Rabu, 09 Mei 2012

tari bali




THE ART

BY : PUTU DIKA PRATIWI

HUMANITIES

05






TARI KELOMPOK
TARI REJANG
Tarian yang memiliki gerak tari yang sederhana dan lemah gemulai, ditarikan oleh penari putri (pilihan maupun campuran dari berbagai usia) yang dilakukan secara berkelompok atau massal di halaman pura pada saat berlangsungnya suatu upacara. Bisa diiringi dengan gamelan Gong Kebyar atau Gong Gede. Tari Rejang ini menurut Babad Bali, oleh masyarakat Bali dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan status sosial penarinya (Rejang Deha: ditarikan oleh remaja putri), cara menarikannya (Rejang Renteng : ditarikan dengan saling memegang selendang), tema dan perlengkapan tarinya terutama hiasan kepalanya (Rejang Oyopadi, Rejang Galuh, Rejang Dewa dll). Di desa Tenganan, dalam upacara "Aci Kasa" ditarikan tari  :
Rejang Palak
Rejang Mombongin
Rejang Makitut
Rejang Dewa, yang diiringi dengan gamelan Selonding yang masing-masing tarian Rejang tersebut dapat dilihat perbedaannya dari simbol-simbol dan benda sakral yang dibawa penarinya, pola geraknya, cara menarikannya dan tata busananya

Adapun equiptment yang digunakan tari ini adalah :
1.      Gelungan/topong
2.      Sabuk perada
3.      Selendeng kuning
4.      Kain putih
5.      Kain perada
6.      Bunga hidup


TARI PENDET
Tari Pendet diciptakan oleh I Wayan Rindi di Banjar Lebah Sumerta, Denpasar, sebelum Bali ramai dikunjungi wisatawan seperti sekarang. Apa motivasi Wayan Rindi menggagas kreasi tari kelompok yang dibawakan kaum hawa ini tak jelas. Memang, sebuah hotel yang telah berdiri tahun 1940-an di jantung Denpasar pada masa jayanya Rindi sebagai seniman gandrung—seni pentas pergaulan yang dibawakan oleh kaum pria—sudah mulai mementaskan seni pertunjukan Bali secara komersial kepada tamu-tamunya. Akan tetapi yang pasti, karya ciptanya didaulat menjadi tari selamat datang, bukan hanya dalam konteks seni pertunjukan turistik namun juga lazim jadi sajian tari pembukaan pagelaran-pagelaran seni pentas di tengah komunalitas masyarakat Bali. Sumber inspirasi lahirnya tari Pendet adalah sebuah ritual sakral odalan di pura yang disebut mamendet atau mendet. Prosesi mendet berlangsung setelah pendeta mengumandangkan puja mantranya dan seusai pementasan topeng sidakarya—teater sakral yang secara filosofis melegitimasi upacara keagamaan. Hampir setiap pura besar hingga kecil di Bali disertai dengan aktivitas mamendet. Pada beberapa pura besar seperti Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung itu biasanya secara khusus menampilkan ritus mamendet dengan tari Baris Pendet. Tari ini dibawakan secara berpasangan atau secara masal oleh kaum pria dengan membawakan perlengkapan sesajen dan bunga. Aktivitas mendet yang secara etimologis berasal dari mendak ( menyambut) itu, penarinya tak selalu dipersiapkan secara khusus, umumnya dapat dibawakan oleh seluruh partisipan, pria-wanita tua dan muda. Ketika gamelan sudah melantunkan gending papendetan, mereka yang ingin ngayah mendet—menari secara tulus--akan bergantian tampil di halaman suci pura, bisa secara solo, berpasangan, atau juga masal. Seorang kakek dapat dengan penuh semangat membawa sesajen dan bunga menari-nari improvisatoris berinteraksi dengan aksen-aksen gamelan. Seorang nenek renta tak dinyana tiba-tiba bangkit dengan lincahnya berlenggak lenggok dengan ekspresi nan lugu. Para remaja yang masih energik juga sering dapat disaksikan mamendet dengan menari sesungguh-sungguhnya. Semuanya dilakukan dalam bingkai berkesenian sebagai sebuah persembahan yang bermakna kegirangan menyongsong kehadiran para dewa. Berangkat dari tradisi mamendet dalam aktivitas keagamaan itulah memunculkan kreativitas seni yang kemudian dikenal sebagai tari Pendet. Sekian tahun setelah kehadiran tari Pendet, ritual keagamaan yang disertai penyajian seni sakral kembali menjadi sumber inspirasi kelahiran beberapa jenis tari selamat datang pada tahun-tahun berikutnya. Setelah munculnya tari Gabor ciptaan I Gusti Raka Saba, pada tahun 1971 menguak tari Panyembrama karya I Wayan Beratha yang hingga kini masih populer, dipentaskan sebagai tari pembukaan. Jika tari Pendet, Gabor, dan Panyembrana adalah jenis tari putri, tari penyambutan yang diberi nama Puspawresti (1981) buah karya I Wayan Dibia menampilkan karakter tari putra dan putri. Era tahun 1990-an memunculkan tari Puspanjali dan tari Sekar Jagat ciptaan N.L.N Swasthi Widjaja Bandem, tari Selat Segara karya I Gusti Ayu Srinatih.
Equipmentnya :
1.      Bunga grengseng,dan hidup
2.      Antol
3.      Subeng
4.      Tutup dada
5.      Sabuk perada
6.      Kamen perada
TARI SANGHYANG

Tari Sanghyang merupakan tarian yang sakral yang tidak untuk dipertontonkan sebagai fungsi pertunjukan, tetapi hanya diselenggarakan dalam rangkaian upacara suci, berunsurkan kerawuhan. Tari Sanghyang Dedari adalah tarian yang dibawakan oleh satu atau dua orang gadis kecil. Asal mula adanya Tari Sanghyang di Bali tidak di ketahui secara pasti, namun para ahli memberikan dugaan-dugaan tentang asal mula tarian Sanghyang ini. Mengenai asal mula tarian Sanghyang Dedari di Desa Bona, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kira-kira pada tahun 1907 di Desa Bona terjadi wabah cacar yang sangat hebat, wabah ini menular dengan cepatnya, sehingga banyak anggota masyarakat yang terserang wabah cacar. Hal ini menimbulkan keresahan dandan kekhawatiran masyarakat Desa Bona, konon ada beberapa anak gadis yang sedang bermain- main dipura puseh mereka membersihkan dan membakar bekas banten-banten yang sudah kering sesudah upacara “odalan”. Sambil menyanyikan lagu-lagu Sanghyang yang pernah didengarnya dari penyanyi- penyanyi Sanghyang. Dengan tidak diduga-duga salah seorang dari anak gadis tersebut kerawuhan, kemudian menari- nari mengikuti irama lagu tadi. Mengetahui hal ini masyarakat setempat memutuskan untuk nangiang Sanghyang Dedari, dengan harapan agar dapat menanggulangi wabah yang sedang berjangkit. Sejak saat itulah  adanya Sanghyang Dedari di Desa Bona.
Kerawuhan merupakan masuknya roh suci kedalam badan manusia tatkala manusia kehilangan kesadarannya. Hilangnya kesadaran ini dapat dicapai dengan teknik-teknik intenxikasi yaitu perbuatan- perbuatan untuk memabukkan diri antara lain dengan cara duduk ditengah-tengah asap seperti yang dilakukan pada Sanghyang Dedari.
Sebelum mencapai kerawuhan mula- mula mereka menenangkan pikiran dengan memejamkan mata, lama- kelamaan mereka melihat sinar gelap semakin lama semakin gelap, akhirnya mereka tidak sadarkan diri. Pada saat sadar kembali mereka merasa seolah- olah baru bangun dari tidur saja. Proses kerawuhan terjadi, karena adanya kontak antara manusia dengan roh- roh leluhur. Ada dua kemungkinan didalam mengadakan kontak tersebut yaitu:
- Roh leluhur datang memasuki badan manusia.
- Roh manusia meninggalkan badannya untuk mengadakan pendekatan dengan roh- roh leluhur.
Setelah si penari kerawuhan, barulah dipasang gelungannya dan diberikan “kepet”atau kipas untuk menari. Sanghyang Dedari ini kemudian diusung oleh juru pundut ketempat pertunjukan, dipayungi dengan tedung, diiringi oleh juru gending dan juru cak, yang masing- masing duduk berjejer disebelah kanan dan kirinya.Iringan yang berupa vokal dinyanyikan silih berganti oleh masing- masing penyanyi sampai berakhirnya pertunjukan ini.
Ditempat ini pula para penari diperciki tirta (air suci) oleh pemangku, agar si penari tadi sadar dari kerawuhannya. Dengan demikian berakhirlah pertunjukan tari Sanghyang Dedari ini.
Sanghyang Dedari di Bona termasuk tarian primitif yang didalamnya mengandung unsur- unsur improvisasi yaitu gerakan- gerakan yang keluar dengan sendirinya. Struktur tarian Sanghyang Dedari ini sesuai dengan gending- gending yang dipakai, bahkan ada beberapa gerakannya disesuaikan dengan teks atau kata- kata didalam gendingnya. Hal ini disebut dengan istilah “ngigelin gending”.
Pada mulanya Sanghyang Dedari di Bona menggunakan kostum yang khas dan dapat dibedakan menjadi tiga bagian:
Hiasan kepala :
Gelungan pepudakan lengkap dengan bancangan dan bunganya.
Hiasan badan :
Kain putih,baju putih, sabuk putih, lamak, simping, oncer, ampok- ampok, gelang kaki, dan gelang tangan dari perak dan tembaga.
Perlengkapan yang dibawa berupa kipas.
Didalam kostum ini warna putih memegang peranan penting sebagai lambang kesucian, karena tarian ini merupakan tarian kedewi- dewian. Penggunaan gelang kaki dapat menimbulkan suara yang gemercik bila bersentuhan satu sama lainnya, tatkala Sanghyang Dedari ini menari.
Iringan memegang peranan yang sangat penting didalam suatu pertunjukan, karena iringan dapat memperindah pertunjukan.
Berdasarkan sumbernya iringan dapat berupa : instumen dan vokal
Sejak berdirinya sampai saat ini, Sanghyang Dedari di Bona menggunakan iringan vokal yang berlaraska Slendro dan Pelog. Laras Slendro merupakan urutan nada- nada yang didalam satu “Gembyongan”(oktaf) terdiri dari lima buah nada pokok dengan sruti (interval) yang sama.
Laras pelog merupakan urutan nada- nada yang didalam satu oktafnya terdiri dari lima buah nada pokok dan mempunyai dua buah macam “ Sruti “ yaitu sruti panjang dan sruti pendek.
Equipmentnya :
1.      Kain hitam putih
2.      Sabuk








TARI BERPASANGAN
TARI OLEG TAMBULILINGAN

Oleg dapat berarti gerakan yang lemah gemulai, sedangkan tambulilingan berarti kumbang pengisap madu bunga. Tari Oleg Tambulilingan melukiskan gerak-gerik seekor kumbang, yang sedang bermain-main dan bermesra-mesraan dengan sekuntum bunga di sebuah taman. Tarian ini sangat indah.
Tari Oleg Tambulilingan, yang semula dinamakan Tambulilingan Mangisep Sari, merupakan ciptaan I Ketut Mario dari Tabanan pada tahun 1952 atas permintaan John Coast (dari Amerika). Dua istilah dalam bahasa Bali, oleg (goyang) dan tamulilingan (kumbang), digabungkan untuk menyebut sebuah cipta seni tari yang lahir pada tahun 1952. Tak disangka, tari yang bertutur tentang sepasang kumbang, jantan dan betina, yang sedang menjalin asmara di sebuah taman bunga itu, masih mempesona hingga hari ini. Oleg Tamulilingan, tari duet buah kreasi dan inovasi I Ketut Marya tersebut, dalam perjalanannya, menjadi karya seni pertunjukan monumental yang belum tertandingi hingga kini. Masyarakat Bali seakan tak pernah bosan mengaguminya. Pun, tidak sedikit para gadis Bali yang dengan bangga membawakan gemulai anggun, lenggok  si kumbang betina nan ayu ini. Tari Oleg Tamulilingan dan Mario telah menyatu dan melegenda. Sejatinya,  tari Oleg diciptakan melalui proses berliku oleh pribadi seorang Ketut Marya yang unik. Ekspresi artistik  yang terakumulasi dalam tari Oleg, memang sepenuhnya merupakan formulasi estetik Ketut Marya. Tetapi  iringannya yang merupakan kerangka konseptual dalam sebuah koreografi, Marya disokong pengerawit tangguh yaitu Wayan Sukra asal Marga, Tabanan dan disempurnakan oleh Anak Agung Gde Mandera, Gusti Kompyang, dan Wayan Lebah dari Peliatan, Gianyar. Sedangkan dari aspek gagasan, tari Oleg terinspirasi oleh foto-foto ballet klasik duet “Sleeping Beauty” yaitu tentang kisah percintaan putri Aurora dengan kekasihnya Pangeran Charming, yang ditunjukkan kepada Marya oleh seorang budayawan Barat yang menetap di Kaliungu, Denpasar, John Coast.
Tari Oleg Tamulilingan diciptakan Marya ketika usianya menapak lebih dari 50 tahun. Di usia senjanya, Marya  asyik memanjakan kegemarannya berjudi sabungan ayam. Ketika ada ajakan kepadanya untuk bergabung dengan sekaa gong Peliatan, Ubud, Gianyar, Marya  tak menggubrisnya dengan alasan dirinya sudah tua. Baru ketika salah satu muridnya, I Sampih, yang memintanya dengan segala bujuk rayu menciptakan sebuah tari baru untuk sekaa gong Peliatan yang akan melawat ke luar negeri, ia tertarik. Sebagai seorang seniman tulen, ketika berkesempatan melawat ke Eropa, Kanada, dan Amerika serikat pada tahun 1957 dan 1962, Marya tampil dengan taksu berbinar memukau penonton dengan membawakan tari ciptaannya, Kebyar Terompong. .
Ketika tari Oleg Tamulilingan tercipta pada 1952, tak begitu banyak masyarakat Bali mengetahuinya. Sebaliknya, tari yang berdurasi sekitar 12 menit ini justru terlebih dulu dikenal oleh penonton di luar negeri. Sebuah tim kesenian dari Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, dalam lawatan internasionalnya pada tahun itu, secara khusus, menyuguhkannya pada masyarakat Eropa dan Amerika. Setelah sukses mempesona penonton di dua benua itu, tari duet yang didahului oleh penampilan tunggal penari wanita ini, baru kemudian melejit di tengah masyarakat Bali.
Dalam perkembangan seni pertunjukan Bali masa kini, tari dengan konsep artistik dan bangun estetik seperti Oleg Tamulilingan belum begitu banyak diciptakan. Untuk genre seni kebyar--seni pertunjukan yang menguak di Bali sejak tahun 1915--mungkin tari ciptaan Marya ini adalah satu-satunya. Sejarah lahirnya tari ini, seperti telah disinggung tadi, bermula ketika sebuah rombongan kesenian Desa Peliatan akan pentas keliling Eropa dan Amerika pada 1952 itu. John Coast, seorang impresario asal Inggris yang memimpin misi kesenian itu, selain berencana menampilkan beberapa tari Bali yang sudah ada, juga ingin membawa tari baru.
Marya yang telah tersohor sebagai pencipta tari Kebyar Duduk (1920) didaulat untuk berkreasi. Sebelum bernama Oleg Tamulilingan atau The Bumble Bee Dance, Marya menyebut ciptaannya Tamulilingan Mangisep Sari. Penari pertamanya adalah I Gusti Ayu Raka Rasmin dan I Sampih. Gamelan pengiring tari ini adalah Gong Kebyar. Dalam perjalanannya, tari bertema percintaan ini kemudian dicintai masyarakat Bali. Didukung oleh semaraknya perkembangan Gong Kebyar yang bertumbuhan di setiap desa, Oleg Tamulilingan sering ditampilkan, baik yang disajikan khusus dalam pementasan seni kebyar maupun sebagai tari lepas mengawali pementasan Drama Gong, Sendratari, dan Prembon.

Equipmantnya :
Cewek :
1.      Bunga grengseng
2.      Selendang
3.      Antol
4.      Semanggi
5.      Subeng
6.      Gelang kana
7.      Tutup dada
8.      Sabuk prada
9.      Ampok-ampok
10.  Badong
11.  Kain perada
Cowok
1.      Geelungan
2.      Bunga grengseng satu
3.      Badong
4.      Rumbing
5.      Tutup dada
6.      Sabuk dan kamen perada
7.      Gelang kana
8.      Kepet
TARI JANGER
Merupakan jenis tari kreasi yang lebih baru, Janger diadaptasikan dari aktivitas para petani yang menghibur diri karena lelah bekerja. Lirik lagunya diadaptasikan dari nyanyian Sanghyang, sebuah tarian ritual. Jika dikategorikan dalam Tari Bali, Janger termasuk Tari Balih-balihan, tarian yang memeriahkan upacara maupun untuk hiburan.
Karena populernya, pada tahun 1960-an, Janger mulai dipentaskan dalam kegiatan berbagai partai politik, tak terkecuali PKI. Kelompok-kelompok tari Janger mendukung kampanye pemutusan hubungan RI dengan Malaysia pada tahun 1963. Presiden Soekarno memberi banyak perhatian kepada tari ini, salah satunya dengan membawa penari-penari Janger pentas di Istana Tampaksiring. Setelah peristiwaG30S/PKI terjadi, banyak seniman janger yang dianggap berpihak kepada PKI dibunuh dan dikucilkan. Masa ini merupakan periode kejatuhan Tari Janger. Baru pada tahun 1970-an, popularitasnya kembali naik.
Pada perkembangannya, kini Janger juga dapat dibawakan oleh orang dewasa. Terdapat kelompok-kelompok tari yang anggotanya wanita dewasa yang berperan sebagai janger maupun kecak. Janger juga dibawakan dalam bentuk drama tari yang disebut Janger Berkisah. Kisah-kisah yang dimainkan antara lain Arjuna Wiwaha, Sunda Upasunda dan sebagainya.
Selama puluhan tahun, Janger telah diajarkan kepada para pemuda pemudi di Bali. Lama kelamaan, tari ini menjadi ajang kenalan pemuda antar desa satu dengan desa lain. Karena berkembang di masing-masing komunitas, muncul varian yang dibumbui dengan gaya tersendiri.
Pemerintah daerah Bali ikut mempopulerkan Janger sebagai tari pembuka pada macam-macam kegiatan dan acara, misalnya programKeluarga Berencana, pemilihan umum, kesehatan untuk lansia, sampai kampanye anti narkoba.
Selain dari gerak tarian, lagu Janger kemungkinan lebih populer di luar Bali. Lagu Janger banyak dikenal karena sering dinyanyikan oleh tim Indonesia dalam kejuaraan paduan suara internasional. Equipment :
Cewek :
1.        Gelungan
2.        Bunga grengseng satu
3.        Subeng
4.        Tutup dada
5.        Sabuk perada
6.        Ampok-ampok
7.        Kamen perada
8.        Selendang
9.        Gelang kana
Cowok :
1.        Gelungan
2.        Badong
3.        Rompi
4.        Sabuk pendek perada
5.        Celana
6.        Gelang kana


TARI TUNGGAL
TARI BARIS TUNGGAL
Tari Baris Tunggal Bali ini mengejawantahkan seorang ksatria muda Bali yang sedang meninjau "daerah kekuasaan" ayahnya yang suatu saat akan dipimpinnya. Penutup kepala berwarna putih, menandakan nilai kesucian dan keluhuran sebagai pemimpin.
Equipment :
1.      Gelungan
2.      Baju putih
3.      Gelang kana
4.      Keris
5.      Saput putih
6.      Celana putih
7.      Gelang kaki sejenis gelang kana
TARI TERUNA JAYA
 Teruna Jaya adalah suatu tarian yang berasal dari daerah Bali Utara (Buleleng) yang melukiskan gerak-gerak seorang pemuda yang menginjak dewasa, sangat emotional, tingkah atau ulahnya senantiasa untuk menarik / menikmat hati wanita. Tari Teruna Jaya termasuk tari putra keras yang biasanya ditarikan oleh penari putri. Tari ini merupakan ciptaan Pan Wadres dalam bentuk Kebyar Legong yang kemudian disempurnakan oleh I Gede Manik.
Equipment :
1.      Udeng kain
2.      Rumbing
3.      Kipas
4.      Baju perada
5.      Tutup dada
6.      Baju prada
7.      Kamen prada
8.      Ampok-ampok


Tidak ada komentar:

Posting Komentar