Minggu, 06 Mei 2012

hadiah ulang tahun


HADIAH ULANG TAHUN
Aku membuka mata ketika salju sudah menutupi ranting-ranting pohon pinus di halaman rumahku. Ya, liburan musim dingin memang menyenangkan. Kau bisa bangun  sesiang apapun, menikmati hidup dengan melihat anak-anak kecil bermain saling melempar bola salju, atau hang out bersama remaja seumuranmu di tempat bermain ski. Aku memang bukan asli orang sini. Aku pindah dari Indonesia ke London sekitar dua tahun yang lalu karena tuntutan profesi orang tuaku. Awalnya memang susah beradaptasi dengan lingkungan, pergaulan dan budaya yang sangat berbeda dengan di Indonesia. Namun akhirnya dengan usaha yang lumayan dan menyita tenaga dan waktu, semua itupun bisa aku taklukkan.
Ibu menyuruhku segera berpakaian dan sarapan bersamanya dan Ayah. Ibu selalu seperti itu. Aku sering bilang padanya bahwa aku bukan anak umur dua belas tahun lagi. Aku bisa melakukan sesuatu hal yang kecil tanpa harus terus-terusan diingatkan seperti itu. Tapi alhasil, pagi ini Beliau berlaku sedemikian rupa lagi.
“ Yes Mum, i am coming .. !! “ aku berseru dalam keadaan masih berselimut.
Di meja makan, sudah kudapati beberapa tumpukan sandwich bersama tiga gelas susu putih. Dengan senyum yang sedikit dipaksakan (karena masih mengantuk setelah tadi malam aku nekat menonton horror movie dan memaksa laptopku untuk ikut menemani ), aku pun duduk.
“ Hy, good  morning Sweetheart, how is your feeling today ?”  sapa ibu.
“ Morning too Mum, not bad, a little bit sleepy, cause i did my hoby again until midnight, “ jawabku santai.
Kami memang sudah terbiasa untuk menggunakan Bahasa Inggris dalam percakapan kami sehari-hari. Kecuali untuk hari Minggu. Kami khusus menggunakan Bahasa Indonesia. Ya, meskipun kami tinggal di luar negeri, tapi kami memiliki prinsip untuk tidak melupakan tanah kelahiran kami.
Setelah sarapan, aku meminta ijin untuk keluar sebentar untuk sekedar jalan-jalan dan menghirup suasana pagi beselimutkan salju. Untuk kesekian kalinya, Ibu wanti-wanti mengingatkanku untuk mengenakan sweater dan sepatu boot.
Aku menyusuri McCartine Street sendiri. Kaki-kaki kecilku menuntun untuk mengunjungi butik yang penuh dengan kumpulan  sepatu keluaran terbaru. Koleksinya memang bagus-bagus, tapi come on ! Semuanya khusus untuk perempuan.  Meskipun aku terlihat seperti  perempuan tulen luar dalam, namun sebenarnya hanya setengah jiwaku yang tumbuh sebagai seorang perempuan. Tunggu ! Jangan berpikir kalau aku transgender ! Aku hanyalah gadis yang agak sedikit tomboi.
Aku bertolak dari butik itu dan kembali menyusuri sisa jalan McCartine. Ketika hampir sampai di ujung jalan, secara tidak sengaja aku menabrak seorang kakek-kakek yang sudah lanjut. Ia mengenakan topi yang sudah kusam, celana panjang yang sudah robek, dan t-shirt berwarna abu-abu yang sudah kusam pula. Jika kau menanyakan, apakah ia memakai alas kaki, jawabannya tidak ! Aku juga tidak mengerti, kenapa ia bisa bertahan di tengah cuaca yang mungkin suhunya sekitar minus 10 derajat ini dengan tidak memakai  alas kaki dan sweater ! Aku segera menolongnya berdiri dan meminta maaf kepada kakek itu.
“ Ok, no problem dear, saya tidak apa-apa, “ ujar kakek tua itu.
I am so sorry, saya tidak  sengaja. Di manakah rumah Anda Kek ? Bolehkah saya antar ? “ tawarku.
No, you don’t need o pick me little girl. Saya bisa pulang sendiri, “ tolaknya.
Oh, ok Sir, kalau begitu, saya harus pergi sekarang, orang tua saya pasti sudah menunggu. “ Aku jadi teringat pada Ibu di rumah. Kemudian aku meninggalkan Kakek tua itu. Namun, setelah berjalan beberapa langkah, aku mendengar Si Kakek memanggilku lagi.
Little girl, wait, i wanna give you something because you already help me !! “  serunya dengan suara yang agak serak.
Aku langsung menoleh dan menghampirinya lagi. “ Yes Sir, apakah anda memanggil saya tadi ? “ Tanyaku untuk meyakinkan. Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya yang agak robek.
This is for you, little girl. Tommorow is your birthday, right ?  Jadi saya memberikan ini untuk kamu, karena saya yakin kamu adalah anak yang baik, “ ujar kakek itu dengan bijak.
How can you know about....” Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, kakek itu sudah lenyap. Mataku celingak-celinguk mencari kira-kira ke mana Si Kakek  pergi. Tidak mungkin seorang kakek yang sudah berumur seperti itu bisa lari secepat kilat. Apalagi tanpa alas kaki di tengah cuaca bersaju. Otomatis melangkahpun akan susah.
Aku menyerah. Percuma juga aku mencarinya toh ujung-ujungnya juga tanpa hasil. Lagi pula hari sudah mulai senja. Ibu pasti sudah pulang dari kantor dan beberapa jam lagi sudah makan malam.
Tak terasa, aku sudah sampai di depan gerbang rumahku. Waktu menunjukkan pukul 5.30 senja waktu Greenwich. “ It’s time to dinner..!”  bathinku. Aku segera membuka sepatu dan masuk ke dalam rumah. Aku memanggil-manggil Ibu. Ternyata Ibu belum datang dari kantor. Ayah juga tak kelihatan. Aku lapar, namun tidak kutemukan secuil makananku di dalam almari makanan. Mataku tertuju pada almari es. Aku mencoba menemukan persediaan mie instan yang dibeli ibu 2 hari yang lalu. Aku berhasil. Aku memasak mie itu dan memakannya dengan asumsi setelah makan mie instan, cacing-cacing di perutku berhenti berdemonstrasi. Setelah perutku penuh, aku langsung menghempaskan tubuhku ke tempat tidur.
“ Sureprise..!!!! Happy birthday Sweatheart...!”
Aku hampir lupa bahwa hari ini, 9 April 2012, usiaku genap 16 tahun. Ternyata aku ketiduran sampai pagi dengan pakaian yang belum sempat diganti. Ibu dan Ayah membawakan kue tart berukuran lumayan besar ke kamarku. Aku agak sedikit gelagapan memang, lagi  enak-enaknya tidur, malah dikejutkan oleh mereka berdua. Tapi aku senang, di kue itu tertulis namaku dengan indah, Aprilia Baskoro. Hm. Ditambah lagi dengan lilin dengan angka 16.
Ibu, this is so beautifull..!” ujarku dengan air mata berlinang.
Happy birthday Sweatheart, semoga di usia yang ke 16 ini, kamu  bisa lebih dewasa, makin cerdas dan bisa memilih mana yang benar dan salah...,” balas Ibu dengan lembut.
Kami bertiga pun berpelukan. Sesuatu terasa mengganjal di bagian paha kiriku. Hal itu bersumber dari saku celanaku. Aku melepaskan pelukan dari mereka berdua dan merogoh kantong celana bagian kiriku. Ternyata ada bungkusan kecil berwarna kecokelatan. Oh, aku baru ingat, itu benda yang diberikan oleh kakek tua kemarin.
What is that Dear ? “  tanya ayahku.
Nothing  Ayah, just a rubbish, “ elakku.
Setelah mereka berdua pergi ke kantor, aku segera merogoh kembali saku celanaku dan menemukan bungkusan coklat kumal itu. Aku segera membukanya dan aku tak percaya isi di dalamnya. Berlian mirip Svarowvski sebesar kepalan tangan !   Come on, dia hanya seorang tua di pinggir jalan. Sekedar baju layak pun tak dimilikinya ! Aku pun yakin, dia tak memiliki rumah ! Tapi kenapa ia bisa memiliki berlian sebagus dan sebesar ini ? Apa mungkin ia seorang konglomerat yang menyamar ? Atau malah ia adalah seorang pencuri yang baru selesai merampok sesaat sebelum bertemu denganku dan karena tidak mau tertangkap polisi, jadi kakek itu sengaja memberikan benda curiannya padaku.
Aku kembali menyusuri McCartine Street seorang diri. Aku masih bimbang, apakah aku harus mempercayai kata hatiku yang berburuk sangka atau malah mengikuti prinsipku yang lama bahwa rejeki tak bisa ditolak ? Haahh.. aku pusing. Aku perlu penenang.
Aku duduk di pinggir trotoar sambil menonton anak-anak skateboard sedang berlaga. Namun pikiranku melayang lagi. Aku mempermainkan berlian itu. Jari-jari tanganku tertarik pada lekukan-lekukan murni indah dari berlian yang mirip Svarowski ini. Aku pun masi bimbang, apakah benda ini asli atau hanya sekedar mainan semata. 
Entahlah, yang pasti, sekarang benda ini sudah ada di tanganku dan seakan ia memberiku aura dan tenaga yang sangat besar. Mataku tertuju pada bercak yang ada di salah satu bagian berlian ini. Aku berniat untuk membersihkan noda tersebut. Aku mencoba menggosok-gosokkan kain t-shirt putihku ke benda itu. Namun aneh, kepalaku menjadi pusing, semuanya berputar, gelap..dan....
Aku tergagap ketika aku menyadari aku berada di tempat asing yang tak aku kenali. Luas, lapang, dan hijau. Aku berbaring tepat di bawah pohon beringin tua yang masih rimbun. Aku akui, tempat ini indah. Sangat indah untuk ukuran kota London yang kesehariannya padat dan selalu dibumbui dengan polusi. Aku melihat dari kejauhan, dua sosok lelaki dewasa yang berpakaian serba putih. Mereka berdua memiliki janggut yang lumayan panjang dan putih pula. Mereka semakin lama semakin mendekat. Sampai akhirnya kedua orang itu persis tepat berada di depanku.Aku mencoba untuk berbicara, namun sangat susah bagiku untuk membuka mulut.
“Hy little girl, kami tau kau pasti bingung karena melihat kami kan ? tanya lelaki berjanggut yang pertama.
Kami adalah penghuni negeri impian ini, negeri ini berada di tengah berlian yang engkau pegang....,” balas lelaki berjanggut yang kedua.
“ Kami akan memberikanmu 3 permintaan. Namun, permintaan ini harus kau habiskan di hari ulang tahunmu juga. Katakan saja apa yang kau mau, and your wishes will be come true, “ lelaki berjanggut pertama angkat suara lagi.
Aku masih bungkam. Hanya mataku yang menyorotkan tanda tanya besar. Akhirnya setelah berkata demikian, mereka berdua menjauh.
“ But, satu permintaan tidaklah gratis, little girl. sesuatu akan hilang darimu ketika engkau mengucapkan satu permintaan. Begitu seterusnya. Maka dari itu, gunakanlah dengan bijak, “ tambah lelaki satunya lagi. Kemudian mereka benar-benar menjauh dan lenyap.
Sekali lagi, aku merasakan bumi di mana aku berada berputar, semuanya gelap..dann....
Bokongku terhempas lembut di ranjang kesayanganku. Aku dikembalikan ke rumah. Aku masih bingung dengan kejadian tadi. Aku menatap bongkahan batu permata yang aku genggam sedari tadi. Untuk kesekian kalinya aku merasa bimbang. Aku segera ingin membuktikan omongan kedua lelaki berjanggut tadi.
“ I wish...” Belum sempat aku menyelesaikannya, aku teringat pada perkataan lelaki kedua bahwa segala permintaan akan ada dampaknya. Tapi aku tak perduli. aku ingin segera meminta sesuatu. Dari dulu, aku sangat ingin memiliki sebuah toko roti yang besar dan terkenal.
“ I wish... aku punya toko roti terbesar di kota ini. Tokonya harus di bangun di depan rumahku ini. “ Permintaan pertama aku ucapkan dengan mata terpejam.
Tidak terjadi apa-apa. Aku membuka mataku lagi. “ Haaahh it was a joke !!” teriakku. Namun, tiba-tiba, lantai kamarku bergetar sangat hebat. Aku ketakutan. Aku memang dari dulu paling takut dengan gempa. Aku segera turun. Di tangga, guncangan semakin hebat terasa. Aku berusaha untuk tenang. Tiba-tiba sesampainya di pintu, guncangan itu berhenti seketika.
Aku melanjutkan langkahku sampai ke depan. Aku tak berkedip melihat bangunan megah yang sudah berdiri. Bangunan itu jauh lebih besar dari rumah yang aku diami. Terlihat ada plang yang bertuliskan “ APRILIA BAKERY” . Aku menelan ludah. Ternyata benar, bongkahan mirip Svarowvski ini berguna ! Aku bisa meminta apa saja yang aku mau. Ada beratus karyawan yang bekerja di toko ini. Setiap karyawan yang melintas memberi hormat padaku. Aku heran kenapa bisa demikian. Untung saja otakku segera bekerja. Akulah pemilik toko sekaligus pabrik roti terbesar di London. Pastilah mereka tunduk padaku karena mereka adalah bawahanku dan aku bos mereka ! Aku puas. Sangat puas.Tapi, tunggu, aku merasa ada yang janggal. Sangat tidak pantas rasanya kalau seorang bos hanya berpiawakan sepertiku. Aku harus berpenampilan anggun dan mewah.
Aku segera lari ke kamar ganti dan mengganti bajuku dengan baju yang bisa pantas dibilang baju bos. Namun, masih kurang juga, aku belum memiliki seorang kharisma seorang bos. Aku harus terlihat lebih dewasa lagi. Aku kembali berlari ke kamar ganti. Ke depan meja rias. Aku menambahkan riasan-riasan casual. Meskipun agak amburadul (karena aku tidak pernah menyentuh alat-alat kosmetik sebelumnya), tapi aku terlihat lebih baik sekarang.
Aku berjalan ke luar dengan gaya bak dewi langit. Aku merasa besar, dan puas. Aku kembali bertatap muka dengan salah satu karyawanku. Ia memberi hormat, namun tak berbicara sepatah katapun. Ia seperti setengah hati memberiku hormat. Aku berpikir. Aku harus berubah menjadi orang yang lebih tua lagi. Aku harus menambah umurku sehingga aku bisa pas menjadi sosok seorang bos. Bos besar.
“ I wish...umurku menjadi 30 tahun,ucapku sambil memandang batu berharga itu.
Aku berlari ke kamar ganti. Aku mencari meja rias. Kembali aku melihat diriku sudah menjadi perempuan yang cantik. Aku sudah resmi menjadi wanita karir. Wanita karir yang profesional.
Aku mendengar deru suara mobil yang sudah familiar di telingaku. Aku melihat melalui jendela. Ayah dan Ibu. mereka keluar dari mobil butut kami. Namun pemandangan aneh terlihat. Rambut mereka putih, punggung mereka bongkok. Dan jalan mereka tertatih-tatih. Ada apa dengan mereka ? Oh iya, aku lupa. Sekarang umurku kan sudah 30 tahun, jadi secara otomatis, umur mereka juga bertambah. Mereka sekarang sudah tua. Mungkin ini hal kehilangan yang dimaksud dua lelaki tua itu.
Aku turun menemui mereka di depan pintu. Mereka merangkulku.
“ Sweatheart, we really miss you so much... bisa tidak kalau hari ini kamu menemani kami di rumah kami yang baru ? kata Ibu.
“ Hmm.. I don’t think so I can Bu, aku masih sangat sibuk.., tolakku.
“ Oh..jadi seperti itu ya kamu, setelah menjadi orang sukses. Dasar kacang lupa kulitnya !!!! Anak durhaka ! “ bentak Ibu tiba-tiba.
Aku kaget dan langsung menjawab, “ Apa maksud ibu ? Salahkah aku menikmati kehidupanku sekarang ? Siapa suruh kau mau jadi Ibuku ? Haah ??? I wish.... I never have any parents !!! “ serapahku. Tiba-tiba semuanya lenyap dari pandanganku. Ibu, Ayah, mobil tua kami, rumah kami, dan juga Aprilia Bakery. Hanya tinggal aku dengan busana compang-camping di tengah salju tanpa sweater dan alas kaki. Dingin..sangat dingin. Aku bingung, kenapa semuanya hilang. Apakah karena aku meminta agar mereka lenyap, harta mereka juga ikut lenyap ?  Tapi kenapa tokoku juga harus hilang ?
Aku punya ide, aku akan meminta orang tuaku kembali lagi. Aku masih punya permintaan terakhir yang belum kugunakan.
“ I wish..my parents back..and my life is normal again...,” ucapku sambil menangis. Aku menunggu, namun tak ada yang berubah. Aku bingung, aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak mau hidup dalam keadaan seperti ini Aku ingin seperti dulu. Aku memejamkan mata dan berdoa, “ God, please, i don’t want to life like this, aku menyesal...,” doaku.
Untuk ketiga kalinya, dunia ini terasa berputar, aku mual, aku berteriak dan memejamkan mataku.
“ Wake up Sweatheart, you have nightmare ! “ suara lembut menegurku. Aku terbangun.
Ibu,, I have the baddest dream that i ever have ! Aku bermimpi kalau Ibu dan Ayah menghilang meninggalkanku ! rengekku.
“ That’s just a dream, now, time to make a wish, today is your birthday, right ? “ Ayah menimpali.
Ternyata aku tertidur sangat lelap setelah aku selesai makan malam dengan mie instan, dan tak sadar bahwa kejadian seram itu adalah mimpi. Syukurlah semua itu hanya mimpi, namun bagaiamapun juga, mimpi itu sedikit banyaknya memberikan aku sebuah nilai kehidupan, dan menjadi hadiah ulang tahun terindahku. Happy birthday Aprilia...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar