Perpustakaan
Tua
Aku masih tediam melihat rak-rak buku yang
terpampang megah di hadapanku. Kekaguman ini muncul kembali. Menjalar sampai ke
saraf-saraf otakku. Rak-rak besar yang sudah berumur hampir setengah abad masih
bisa menampung ribuan buku.
Aku teringat saat pertama kali ke tempat
ini, Ayah memberitahuku bahwa umur bangunan ini sudah menyaingi umur SMA ini.
Saat itupun aku berdecak dengan sangat kagumnya. Aku memang penggemar buku
sejati. Dari kecil sampai sekarang,
kegemaran membaca masih dan semakin melekat dalam hidupku. Bahkan
dahulu, ketika aku tidak sesibuk saat ini, aku akan melahap buku apa saja yang
ada di rumah. Bahkan perpustakaan kacil milik Eyang Kakungku sudah berhasil aku
obrak-abrik.
Perpustakaan pertama yang membuatku jatuh
cinta adalah perpustakaan yang terletak di sekolah tempat Ayah dan Ibuku
mengajar. Sebuah SMA yang sudah kujadikan rumah kedua sejak saat itu. Entah
kenapa, setiap aku memasuki ruangan penuh buku ini, ada perasaan menggelitik
yang muncul. Ruangan ini sudah tidak ‘muda’ lagi, dan juga tidak terlalu besar,
dengan jejeran buku-buku yang indah, dengan rak buku yang mengelilingi tempat
baca . Terlihat seperti perpustakaan pada umumnya, memang. Namun Anehnya, itulah yang membuat aku jatuh
cinta sampai saat ini.
Sejak saat itulah, aku mulai menyambangi
tempat yang aku sering sebut surga. Aku sering meminjam buku di sini. Ya,
tentunya dengan sedikit diskon hari. Hehe. Baik itu buku pelajaran ataupun
novel. Aku sangat ingat, buku pertama
yang aku pinjam adalah legenda Hercules.
Aku mulai terobsesi dengan tempat ini.
Setiap ada kesempatan, aku pasti merengek kepada kedua orang tuaku, agar aku
bisa ‘nebeng’ ke sekolah mereka mengajar, hanya untuk menikmati buku-buku di
perpustakaan tuanya.
Jujur, aku mencintai tempat ini, bahkan
sampai dibawa mimpi. Gilanya, aku sampai membuat keputusan bahwa aku akan
melanjutkan pendidikanku di SMA ini, lagi-lagi dengan tujuan agar aku bisa
menghabiskan waktu di surgaku ini. Obsesiku saat itu hanya satu, bisa menyentuh
dan membaca semua buku yang ada di sana. Bahkan aku berhayal aku bisa
menggantikan sang petugas perpus saat itu (hehe..maaf ya ).
Namun semua kandas ketika garis tanganku
membawaku pada jalan lain. Sore itu, aku menerima telefon dari sekolah tempatku
melamar beasiswa. Pemberithuannya adalah aku diterima secara mutlak di sana,
dengan beasiswa penuh selama 3 tahun. Hatiku terlonjak..namun, beberapa saat
kemudian hatiku mencelos lagi, ketika
aku menyadaribaha aku tak akan bisa mengunjungi perpustakaan tercintaku… aku bingung, tak
bisa berfikir dengan jernih. Mau tak mau, aku harus mengambil beasiswa ini.
Demi masa depanku.
Di hari keberangkatanku, aku meminta kepada
kedua orangtuaku, agar aku bisa mengunjungi perpustakaan tuaku untuk terakhir
kalinya.
Dengan berlinang air mata, setahun yang
lalu aku menginjakkan kakiku di ruangan ini, tepat di mana aku berdiri
sekarang. Dengan mata sayu, kembali aku mengagumi jejeran buku yang agak kurang
rapi karena sempat dipergunakan siswa saat jam pelajaran pagi tadi. Kini,
setiap kali aku liburan, aku tidak akan menyiakan kesempatanku untuk berkunjung
ke tempat ini. Meskipun sekarang statusnya tidak mutlak milik hatiku, karena
aku tidak secara teratur berkunjung. Namun ini sedikit bisa mengurangi rasa
kengenku..entah itu pada masa-masa kecilku, ataupun di saat aku biasanya
bergumul dengan lembaran demi lembaran novelet antik…
Ku harap, perpustakaan tua ini, akan selalu
menjadi surga di hatiku, dan akan terus berdiri kokoh …selamanya.